Selasa, 17 November 2015

Tentang Kaa


"Rindui aku Za..., sebab setelah ini, aku hanya akan hidup dalam kenanganmu..." kau usap air matamu dengan ujung kerudung sutramu.

* * *

Gerimis datang lagi. Tahu tidak Kaa, aku mengingatmu lagi. Tentang masa lalu yang riuh. Tentang sepi juga. Tentang kita.

Kau ingat, di sini, dulu kau tertawa manis dengan mata segaris, berbisik kalau kau sangat menyukai gerimis.

“Gerimis selalu memberiku banyak inspirasi,” desahmu waktu itu.

Lalu kau berlari kesisi taman, mengambil alat tulismu, lalu kembali duduk ditempat yang tadi kau duduki, menulis dibawah gerimis.

“Tolol, kamu bisa sakit tahu?” aku mengambil notes lecekmu. Lecek karena terlalu sering kamu jatuhi gerimis.

Lalu mata riangmu menatapku. “Tak akan sakit, aku sudah terbiasa…,” tawamu.

“Terbiasa apanya, tak ada yang biasa dengan penyakit!”

“Gerimis itu temanku, Za. Dia tak akan membuatku sakit. Percaya deh sama aku…”

Aku marah, melempar notes kehadapanmu. Dan kau tersenyum, meneruskan keasyikanmu.

Sebenarnya, aku tak ingin mengusikmu waktu itu Kaa, tapi aku terlalu cemburu dengan keasyikanmu. Kau bukan milikku saat ber-uzlah)* seperti itu.

Beberapa anak yang sejak tadi bermain bola, satu-satu mulai berlari pulang.rupanya senja telah datang.

Aku berdiri dan beranjak dari kursi yang kududuki. Juga kursi yang biasa kau duduki dulu. Aku berdiri, ditempat dulu kau selalu berdiri. Sekarang aku dijatuhi tetes gerimis beribu-ribu. Sebagaimana kau dulu.

Mungkin aku mulai gila ya, Kaa? Aku tak tahu. Aku hanya berusaha menyelami perasaanmu. Dan sekarang aku memang merasakannya. Ada kelezatan disini, Kaa. Seperti inikah juga kelezatan yang kau rasakan dulu?

Kepalaku mulai menengadah, menutup mata, dan mulai kurasakan lembutnya sentuhan gerimis. Duhai... Kaa, aku seperti merasakan belaianmu.

Ha..ha.. belaianmu? Memang kapan kau membelaiku? Pernahkah? Tidak bukan?

Hujan mulai kerap dan melebat. Dulu, kau akan menepi jika hujan mulai seperti ini. Dan aku yang selalu menunggu disisi, kegirangan setengah hati. Setengah hati karena lalu kau bilang, "Aku juga suka lebat, tapi saat lebat, kertasku akan basah!" Lalu kau menulis disisiku. Disisiku, ya, tepat disisiku. Tapi kau tahu Kaa, kau begitu jauh.

Aku masih disini, menerima tamparan-tamparan hujan. Aku buka mataku, menantang. Dan kulihat kau tersenyum dan melambai.

Kau datang Kaa? Kau datangkah?

Lalu sayap bidadarimu mengepak, tersenyum dan berlari menghilang.

KAA...
)* uzlah : meyendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar