Wah, wah... MLM haram sepertinya kalimat yang tendensius ya? Apalagi untuk para pelaku bisnis MLM macam Oriflame, K-Link, HPAI, bla... bla... bla...
wadaw, saya juga anggota member nih, dan baru mau akan daftar baru sebagai member Oriflame karena hampir setahun kemarin tidak aktif. Niatnya sih bukan bisnisnya, tapi dagangnya, saya butuh produknya.
Tapi sebelum itu, ternyata saya dapati ceramah Ust. Khalid Basalamah yang mengatakan haram. Saya fikirkan, kemudian saya endapkan. Tak lama kemudian, saya dapat tulisan si linimasa facebook saya soal ini, dari Islamedia. saya jadi berpikir, jangan-jangan ini petunjuk Allah ya?
Yang saya lakukan selanjutnya adalah buka-buka dan baca-baca tentang berbagai pendapat yang bertebaran meriah di dunia maya. Hasilnya? inilah yang saya dapatkan...
" Praktik PLBS wajib memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1. Adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa
barang atau produk jasa;
2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan
sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan
untuk sesuatu yang haram;
3. Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak
mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm,
maksiat;
4. Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan
(excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen
karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang
diperoleh;
75 Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) 7
Dewan Syariah Nasional MUI
5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota
baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada
prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan
volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk
jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha
dalam PLBS;
6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota
(mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan
transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang
dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan;
7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang
diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan
dan atau penjualan barang dan atau jasa;
8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada
anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam
pembagian bonus antara anggota pertama dengan
anggota berikutnya;
10. Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan
acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung
unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan
akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lainlain;
11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan
keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan dan
pengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut;
12.Tidak melakukan kegiatan money game
Saya tak mau berargumen, tak mau berpendapat untuk menghakimi para pelaku member MLM. Tetapi pedoman di atas telah cukup memberikan penerangan bagi saya.
Saya mengambil kesimpulan untuk diri saya sendiri, bahwa saya akan mundur dari beberapa MLM, urung mendafta ke salah satu MLM, dan hanya mempertahankan satu MLM yang menurut pendapat saya dikategorikan halal.
Anda? Bijaklah.
Saya hanya ingin mengingatkan, jual beli yang dihalalkan masih banyak. Meninggalkan yang haram, akan Allah bukakan banyak rizki dari pintu yang halal. Kesampingkan egosentris, dan kedepankan Allah-sentris. Segalanya dari 'sudut pandang' Allah saja, Yang Maha Tahu segala yang terbaik buat kita.
Wallahhu a'lam bishawwab.
Selasa, 23 Februari 2016
Jumat, 19 Februari 2016
Ber'ayah' ada ber'ayah' tiada, ber'ibu' ada ber'ibu' tiada
Kalimat ini sering sekali saya dengar dari seorang psikolog bernama Elly Risman. Psikolog, yang sering sekali saya dengar ceramahnya. Tapi akhir-akhir ini, kalimat akrab itu mengusik saya lebih keras dari biasanya, seolah kalimat itulah penyebab segala permasalahan yang menggelayut memberati bangsa ini.
Benarkah kesimpulan saya? Entahlah, saya harus berpikir panjang dan jernih untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi pada tahap awal, kalimat itu membuat mata saya lebih peka daripada biasanya.
Saya jadi semakin memperhatikan wajah, terutama bola mata mereka, anak-anak yang ditinggalkan kedua orang tuanya pergi bekerja. Wajah mungil dan bola mata bening dari anak saudara saya, anak dari kakak saya, anak dari tetangga terdekat saya, anak dari teman-teman saya. Entah memang memang kenyataannya, atau hanya oerasaan saya saja tapi saya merasakan perbedaan mereka dari anak yang punya 'mother full time'.
Saya merasakan perbedaan jelas itu pada sorot mata mereka. Pada anak yang punya ibu penuh waktu, ada mata ceria, lincah dan bahagia. Bahagia yang penuh dan menyeluruh. Tapi pada mata mereka, anak tanpa orang tua itu terutama ibu, saya melihat cahaya yang redup. Apa saya saja yang terlalu melankolis? Terlalu memdramatisir? Terlalu 'baper'?
Saya tak tahu. Tapi pemandangan itu membuat saya tetiba merasa iba pada mereka. Pada anak yang ditinggal ibu dan ayah bekerja, pada ayah yang punya waktu sempit bertemu anak dan istrinya, tapi yang lebih lagi, saya kasihan pada ibunya. Kenapa?
Saya seorang ibu sepenuh waktu. Saya memilih berhenti bekerja setelah saya menikah. Dari sejak gadis, saya sudah berpikir menjadi pendidik pertama bagi anak-anak saya, karena itu sejak saya menikah, saya mempersiapkan diri saya untuk menjadi ibu sebenarnya bagi anak-anak. Saat mengandung, saya mengajak janin saya bicara, mebgajaknya mengobrol, membacakan segala hal padanya, memperdengarkan murotal, dan meminta abi-nya janin meniru apa yang saya lakukan.
Saat lahir, saya tak melakukan apapun selain mengasuh anak. Saya menjadikan mereka yang pertama mendapat perhatian dan mengesampingkan pekerjaan rumah yang menumpuk. Saya bahagiakan diri saya dengan membahagiakan mereka. Hasilnya, bukan hanya anak saya yang bahagia, tapi terutama kami, orang tuanya.
Saya selalu merasa bahagia melihat anak saya menatap mata saya saat menyusu, memainkan hidung dan bibir saya, menunggangi punggung kami, bahkan saya bahagia saat mereka menarik rambuyt saya sampai rontok!
Aneh? Tidak. Anda yang seorang ibu, pasti tahu bagaimana kebahagiaan yang sara rasakan.
Tapi jika anda hanya ibu paruh waktu, apalagi menyerahkan susuan anak anda pada botol susu, dan menyewakan pengasuh, saya tak yakin anda merasakan kebahagiaan besar seperti yang kami, para ibu penuh waktu rasakan.
Dan cukup pada alasan saja, saya merasa kasihan pada anda…
Benarkah kesimpulan saya? Entahlah, saya harus berpikir panjang dan jernih untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi pada tahap awal, kalimat itu membuat mata saya lebih peka daripada biasanya.
Saya jadi semakin memperhatikan wajah, terutama bola mata mereka, anak-anak yang ditinggalkan kedua orang tuanya pergi bekerja. Wajah mungil dan bola mata bening dari anak saudara saya, anak dari kakak saya, anak dari tetangga terdekat saya, anak dari teman-teman saya. Entah memang memang kenyataannya, atau hanya oerasaan saya saja tapi saya merasakan perbedaan mereka dari anak yang punya 'mother full time'.
Saya merasakan perbedaan jelas itu pada sorot mata mereka. Pada anak yang punya ibu penuh waktu, ada mata ceria, lincah dan bahagia. Bahagia yang penuh dan menyeluruh. Tapi pada mata mereka, anak tanpa orang tua itu terutama ibu, saya melihat cahaya yang redup. Apa saya saja yang terlalu melankolis? Terlalu memdramatisir? Terlalu 'baper'?
Saya tak tahu. Tapi pemandangan itu membuat saya tetiba merasa iba pada mereka. Pada anak yang ditinggal ibu dan ayah bekerja, pada ayah yang punya waktu sempit bertemu anak dan istrinya, tapi yang lebih lagi, saya kasihan pada ibunya. Kenapa?
Saya seorang ibu sepenuh waktu. Saya memilih berhenti bekerja setelah saya menikah. Dari sejak gadis, saya sudah berpikir menjadi pendidik pertama bagi anak-anak saya, karena itu sejak saya menikah, saya mempersiapkan diri saya untuk menjadi ibu sebenarnya bagi anak-anak. Saat mengandung, saya mengajak janin saya bicara, mebgajaknya mengobrol, membacakan segala hal padanya, memperdengarkan murotal, dan meminta abi-nya janin meniru apa yang saya lakukan.
Saat lahir, saya tak melakukan apapun selain mengasuh anak. Saya menjadikan mereka yang pertama mendapat perhatian dan mengesampingkan pekerjaan rumah yang menumpuk. Saya bahagiakan diri saya dengan membahagiakan mereka. Hasilnya, bukan hanya anak saya yang bahagia, tapi terutama kami, orang tuanya.
Saya selalu merasa bahagia melihat anak saya menatap mata saya saat menyusu, memainkan hidung dan bibir saya, menunggangi punggung kami, bahkan saya bahagia saat mereka menarik rambuyt saya sampai rontok!
Aneh? Tidak. Anda yang seorang ibu, pasti tahu bagaimana kebahagiaan yang sara rasakan.
Tapi jika anda hanya ibu paruh waktu, apalagi menyerahkan susuan anak anda pada botol susu, dan menyewakan pengasuh, saya tak yakin anda merasakan kebahagiaan besar seperti yang kami, para ibu penuh waktu rasakan.
Dan cukup pada alasan saja, saya merasa kasihan pada anda…
Selasa, 09 Februari 2016
Jangan Putus Asa
Dunia sudah sampai pada puncak usianya. Sudah tua, sudah terlalu banyak masalah.
Bakal berderet daftar panjang segala berita negatifnya jika kita mau rajin membuat list-nya. Mulai dari masalah negeri sendiri yang membuat badai di kepala sendiri, hingga peristiwa jauh di negeri yang tak pernah dipijak yang bikin miris dan menangis.
Sebagai contoh saja, wall FB saya sedang ramai dengan berita penganut LGBT yang maik berani, lalu dibawahnya ada status protes tokoh bangsa pada kebijakan dagang pemerintah kita yang aneh, dan jangan lupakan tentang ngerinya dunia anak dan remaja kita tentang freesex (ingat ya, bentar lagi 14 Februari). Peristiwa luar negerinya, masih bertahan di Suriah dan Palestina yang jadi topik utama pada mata saya, topik yang mungkin hanya berakhir saat akhir zaman benar-benar telah bertamu di pintu gerbang.
Segalanya telah riuh memuncak di benak saya. Membuat kening saya berkerut dan lupa terurai. Membuat uban saya tumbuh dan bikin gatal kepala. Membuat mata berair padahal hati telah kebal paripurna.
Pada situasi ini, saya ingat ucapan seorang ustadz yang mungkin tengah kesal dengan perilaku penghuni dunia, "Saya akan minta Allah hancurkan dunia ini, agar lekas Ia ganti dengan ummat yang lebih baik!"
Tapi selesaikah segala kepusingan dengan aral melintang pikiran? Tidak. Anda tahu itu jawabnnya. Tidak selesai.
Lantas? Berbuat. Itu pastinya. Meski setetes yang tak mungkin padamkan kobaran, toh itu akan melepaskan kita dari tanggung jawab tanya tentang 'amar makruf nahyi munkar', sejauh mana kita telah terlibat didalamnya. Berbuat, bukan untuk menengok hasil, apalagi ditambah dengan tergesa-gesa yang segera saja bikin kita putus asa. Bergerak, adalah untuk menambah pundi-pundi amal kita. Mengingatkan, adalah untuk menabung pahala. Sementara hasil, adalah haknya Allah ta'ala. Dia mau padamkan kobarannya, atau tambah baranya, adalah murni kehendak Dia. Dengan atau tanpa tetesan air dari kita.
Tak ada kolerasi antara gerak dan perubahan. Tak ada sambungan antara berbuat dengan hasil yang didapat. Tak ada. Sama sekali.
Nah, kalau tujuannya sudah benar serupa itu, maka apapun keadaan dunia tak akan membuat kita merasa tak berarti. Tak akan membuat jiwa kita panik juga. Lalu setelah itu, tak akan ada putus asa.
Wala tai'asu... Dan janganlah berputus asa…, sebab segalanya tergantung pada Dia...
Bakal berderet daftar panjang segala berita negatifnya jika kita mau rajin membuat list-nya. Mulai dari masalah negeri sendiri yang membuat badai di kepala sendiri, hingga peristiwa jauh di negeri yang tak pernah dipijak yang bikin miris dan menangis.
Sebagai contoh saja, wall FB saya sedang ramai dengan berita penganut LGBT yang maik berani, lalu dibawahnya ada status protes tokoh bangsa pada kebijakan dagang pemerintah kita yang aneh, dan jangan lupakan tentang ngerinya dunia anak dan remaja kita tentang freesex (ingat ya, bentar lagi 14 Februari). Peristiwa luar negerinya, masih bertahan di Suriah dan Palestina yang jadi topik utama pada mata saya, topik yang mungkin hanya berakhir saat akhir zaman benar-benar telah bertamu di pintu gerbang.
Segalanya telah riuh memuncak di benak saya. Membuat kening saya berkerut dan lupa terurai. Membuat uban saya tumbuh dan bikin gatal kepala. Membuat mata berair padahal hati telah kebal paripurna.
Pada situasi ini, saya ingat ucapan seorang ustadz yang mungkin tengah kesal dengan perilaku penghuni dunia, "Saya akan minta Allah hancurkan dunia ini, agar lekas Ia ganti dengan ummat yang lebih baik!"
Tapi selesaikah segala kepusingan dengan aral melintang pikiran? Tidak. Anda tahu itu jawabnnya. Tidak selesai.
Lantas? Berbuat. Itu pastinya. Meski setetes yang tak mungkin padamkan kobaran, toh itu akan melepaskan kita dari tanggung jawab tanya tentang 'amar makruf nahyi munkar', sejauh mana kita telah terlibat didalamnya. Berbuat, bukan untuk menengok hasil, apalagi ditambah dengan tergesa-gesa yang segera saja bikin kita putus asa. Bergerak, adalah untuk menambah pundi-pundi amal kita. Mengingatkan, adalah untuk menabung pahala. Sementara hasil, adalah haknya Allah ta'ala. Dia mau padamkan kobarannya, atau tambah baranya, adalah murni kehendak Dia. Dengan atau tanpa tetesan air dari kita.
Tak ada kolerasi antara gerak dan perubahan. Tak ada sambungan antara berbuat dengan hasil yang didapat. Tak ada. Sama sekali.
Nah, kalau tujuannya sudah benar serupa itu, maka apapun keadaan dunia tak akan membuat kita merasa tak berarti. Tak akan membuat jiwa kita panik juga. Lalu setelah itu, tak akan ada putus asa.
Wala tai'asu... Dan janganlah berputus asa…, sebab segalanya tergantung pada Dia...
Sabtu, 06 Februari 2016
Paket Perak
Banyak yang tanya soal paket Wedding yang saya kelola, biar mudah, silahkan langsung lohat disini ya...
Paket Perak
Paket Pernikahan untuk 300 orang (Rp. 45.500.000)
1. Wedding Organizer Crew
2. Buffet utama 300 porsi
3. Jasa Pelayanan
4. Dekorasi:
a. Dekorasi Buffet Utama 2 Set
b. Dekorasi Buffet VIP
c. Dekorasi Dessert
d. Bunga segar 2 buah untuk meja tamu
e. Pergola jalan canopy/gazebo
f. Ice carving + Ice tray
g. Janur umbul-umbul 1 buah
h. Dekorasi Foto booth stand
5. Rias busana dan Accessories:
a. Rias + Busana pengantin untuk akad nikah (hari yang sama)
b. Rias + Busana Pengantin untuk resepsi
c. Rias + Busana Pendamping orangtua 2 pasang
d. Rias + Busana Penerima tamu 4 orang
e. Rias + Busana pagar ayu dan bagus 6 pasang
6. Pelaminan dan Dekorasi:
a. Pelaminan (adat/modern)
b. Palem background untuk pelaminan
c. Bunga pelaminan standart 3 titik (Jawa/Sunda)
d. Taman pelaminan + Air Mancur
e. Karpet jalan + Panggung Pelaminan
f. Standing Flower 1 Pasang Untuk pelaminan
g. Standing Flower 2 Pasang
7. Photo dokumentasi:
a. Foto 20 halaman / 10 Sheet album Exclusive Kolase
b. Foto Prawedding outdoor & Wedding
c. Video shooting
d. Transfer Flashdisk
8. Pelengkap:
a. Buku tamu + 2 buah spidol
b. Meja penerima tamu 2 buah (dipinjamkan)
c. Standing Foto + Frame 2bh (dipinjamkan)
d. Tempat angpaw & souvenir (dipinjamkan)
e. Souvenir 300 buah.
9. Acara
a. MC acara
b. Qori Tillawah Qur'an
c. Organ Tunggal/gambus/marawis/Akustik Musik (pilihan)
d. Ustadz untuk khutbah nikah
10. Bonus:
a. Buffet Keluarga 60 porsi
b. Foto + frame ukuran 50x60cm 1buah
c. Snack Box pasca akad nikah 60 box
d. Wedding theme & foto booth corner
11. Gubukan (4 macam)
Buku Terlarang di Arena BBF 2016
Ada bulu kuduk meremang ketika saya menemukan buku ini diantara buku-buku yang dijual di arena Bandung Book Fair. Buku ini terpajang sombong tanpa malu-malu dideretan buku-buku yang dijuduli 'buku dari bapak bangsa', persisnya saya lupa, tapi setema itulah. Buku ini saya temukan ketika mata saya begitu berbinar karena menemukan tulisan-tulisan lama karya HOS. Tjokroaminoto, M. Natsir, juga Soekarno. Tapi semangat saya yang meluap langsung kempis seperti kerupuk tersiram air panas begitu melihat buku ini ada di deretan buku mereka.
Antara marah dan ngeri, saya menghampiri penjaga stand, dan sediki mengancamnya untuk menarik buku itu kedalam. Setelah ada jawaban 'iya' berkali-kali darinya, saya dan suami pun kembali berkeliling. Melihat-lihat stand lain, rupanya sudah kehilangan nikmat. Ingatan saya selalu kembali pada buku-buku ini.
Kaki saya lemas, tangan saya bergetar, dan kepala saya mendidih. Oh ya, saya tak bisa puas hanya dengan mengongatkan penajga toko yang mengaku tak tahu apa-apa. Saya dan suami sepakat menuju meja panitia, yang akhirnya mempertemukan kami dengan penanggungjawab acara. Beliau yang memperkenalkan diri dengan nama 'Agus' menyambut kami ramah dan berjanji akan melihat lokasi. Meski tak menjanjikan akan menarik buku tersebut. Tapi toh, saya sudah mengingatkan mereka. Kewajiban saya sudah tunai. Di mata Allah, tanggung jawab saya telah selesai…
Tapi… selesaikah pikiran saya hingga batas itu? Tidak. Buku itu, mengusik sisi terdalam dalam benak saya, menimbulkan ribuan pertanyaan yang entah pada siapa harus saya lontarkan.
1. Tidakkah orang lain yang melihat buku itu sama merinding dan takutnya pada pemikiran atheis yang dibawa buku itu? Mengingat, dari beberapa orang, sepertinya hanya saya yang gelisah di stand itu pada waktu itu? Atau adakah yang juga gelisah dan dama protes seperti saya, namin saya tak tahu? Saya berharap demikian. Sungguh saya berharap demikian...
2. Dari sekian lama pengembaraan saya di toko buku, di arena pameran buku, rasanya baru kali ini saya menemukan buku terlarang itu tertangkap pandangan saya. Baru kali ini saya lihat buku itu nyaman saja terpajang. Apakah larangan organisasi haram PKI telah dicabut tanpa saya tahu informasinya? Ataukah telah terjadi kelonggaran massal entah karena apa? Sebagaimana longgar dan bebasnya para penganut syiah dan liberal berjalan di bumi Indonesia sekarang ini?
3. Apakah siswa siswi sekarang ini, pelajar, remaja, tak lagi mendapatkan doktris keras tentang betapa bahayanya organisasi ini, sebagaimana dulu saya mendapatkannya semasa sekolah?
4. Apakah era sekarang telah begitu longgarnya pada pemikiran-pemikiran mereka?
5. Apakah...?
6. Apakah…
7. Oh, Allah…
Selasa, 02 Februari 2016
Ust. Khalid Basalamah
Punya keasyikan baru sejak beberapa hari ini. Mendengarkan ceramah Ust. Dr. Khalid Zeed Abdullah Basalamah, Lc. Pertama kali mendengar/menonton ceramah beliau setahun lalu saat Ramadhan, kemarin-kemarin kembali tertarik setelah mendapati kajian Sirah Nabawiyyah yang ternyata telah sampai di bulan 29. Wah, ketinggalan banyak nih…
Kajiannya panjang…, dalam, lugas, dan seru! Ruhnya juga penuh. Mendengarkan paparan beliau sambil memejamkan mata, seolah saya diterbangkan pada situasi masa itu. Bersama para shahabat mengepung benteng bani QuraidzahQuraidzah, bersama menggali parit, juga tetiba menjadi waktu yang menyaksikan percakapan 'gila' kaum Yahudi yang bandel.
Kalau ada waktu, saya ingin menampilkan seluruh ceramah beliau dalam blog saya. Tapi tentu, saya harus minta izin pada beliau sebelum melakukannya. In sha Allah beliau mengizinkan. Doakan saja saya punya banyak waktu ya… Dan, doakan juga, moga dalam waktu yang tak lama saya sudah dikaruniai rezki berupa pc, biar lebih mudah klik ini itu… hehe…
Baiklah… saatnya menonton beliau lagi…
Semoga Allah merahmati anda Ustadz...
Apalah…
Kesibukan kadang menenggelamkan. Membuat kita lupa pada hakikat diri kita, tergilas rutinitas yang menyita waktu, menghabiskan usia. Lupalah jadinya dengan segala tujuan, tergoda remah-remah remeh yang membuat jiwa kita berserak. Tak teratur, tak berususun, berantakan, kalang kabut bak terlindas angin ribut. Kacaulah sudah jiwa kita. Tak berbentuk. Bingun sudah di ujung. Terduduk, lelah terkejut. Apa sudah kuta buat? Mengapa jadi seperti ini?
Langganan:
Postingan (Atom)