Kamis, 30 Agustus 2012

Jejak Ramadhan

Baru saja keluar dari pintu Ramadhan, tapi sudah merindukannya lagi. Berkali-kali tubuh ini berbalik untuk sekedar mengenang, tapi rindunya malah terasa semakin perih.
Tak lebih dari dua belas hari, tapi jejak Ramadhan sudah semakin habis. pada gerak, pada langkah, pada hati...
Rabbana... bantu hamba untuk selalu dapat me-Ramadhan-kan hari-hari hamba...

Senin, 20 Agustus 2012

Indonesia Power, Kamojang


Dinding Mozaik

Berangkat dari Garut, menuju sisi Kabupaten Bandung terluar. Indah, dingin, berkabut. Tapi, tetap saja, lepas jaket, karena aku selalu ingin merasakan kabut menyentuh pori kulitku. Hehe…

Bersama beberapa anggota keluarga besar, kami bertemu langsung di pintu gerbang Indonesia Power. Bangunan besar berwarna hijau berdinding mozaik menyapa kami. Tidak terkesan angkuh, malah terkesan menyambut. Oh, ada tamu (gak) penting yang datang! Habisnya, siapa kami coba? Petinggi PLN bukan, apalagi petinggi Pertamina, sama sekali jauh… kami hanya tamu kecil yang ditakdirkan memiliki keluarga yang bekerja disana, dan ditakdirkan juga untuk diijinkan membawa kami, rombongan ibu-ibu nyasar dan anak-anak kumincir, tanpa prosedur, dan tanpa pemeriksaan. Xixixi… (Makasih banyak deh, buat Pak Bismo)

Mengawali putaran dari Mushola cukup besar dan nyaman (kalau tak salah bernama al-Mukhlis), kami berjalan menuju kantor utama. Dijelaskan tentang alur dan proses perjalanan uap kawah Kamojang menjadi listrik yang menerangi Garut dan Kabupaten Bandung. Agak njlimet memahami nama-nama ilmiah yang kuyakin pernah kupelajari waktu smp dulu, hanya kuyakin juga sudah membuang file itu. Untungnya, karena otakku encer (AlhamduliLlaah wa syukuriLlaah untuk-Mu Ya Allah), aku tetap bisa memahami utuh proses itu. Hanya jangan disuruh menjelaskan lagi deh…
Fawwaz, didepan kaca bergambar penjelasan proses
Satu yang paling kukagumi dari proses ini, dilihat dari sudut pandang orang awam tentu saja, bahwa Allah tidak pernah menciptakan sesuatu sia-sia. Bahkan uap kawah yang berbahaya, jika kita kreatif akan jadi manfaat luar biasa… SubhanaLlah. 

Satu lagi, ternyata kawan, listrik di rumah kita yang menyala meski hanya berkekuatan satu watt, ternyata memiliki riwayat perjalanan yang begitu panjang. Begitu rumit, begitu unik. Juga melibatkan ratusan, bahkan jutaan tangan manusia lain. Allaahu Akbar. Jangan lagi deh sia-siakan listrik. Bukan hanya karena hemat energy hemat biaya saja, tapi karena bentuk rasa syukur, rasa terimakasih pada Dia, untuk menggunakan Nikmat-Nya secara bijaksana. Gunakan hanya untuk yang bermanfaat.



 
Berlari



menyempatkan berpose, ditaman teduh
Disini, kami juga diajak masuk ruang pengendali. Weiss, seperti kabin pesawat dengan sepuluh orang pilot (sayang bagian ini tak sempat ku potret, terlalu takjub). Disinilah alur listrik itu dikendalikan. Kesetiap tempat, kesetiap jalur, kesetiap satu utas kabel. Seperti mengatur darah jantung, hingga pembuluh darah kapiler. Satu tombol salah tekan, ratusan kesalahan terjalin rumit. Hadeuuh… bikin rieut deh lihat tombol-tombol gak jelas begitu… Yang lucu dibagian ini adalah, saat para kru ‘kabin’ berdiri menyambut kami, melihat, memperhatikan kami, juga mengawasi… hehe (maklum, satu jari anak saja harus diperhatikan, khawatir ada yang penasaran mijit tombol yang didominasi warna merah). Saat itu kami merasa, kami pejabat kelas teras… hahaha…

Anyway, makasih ya para kru ‘kabin’… karena kalianlah, listrik di rumah kami menyala… dan teranglah dunia kami dibuatnya… (hallah, versi lebay-nya nih).







 Keluar dari kabin, kami menuju ruang besar semacam pabriknya. Mesinnya super besar, dan tentu, suaranya super bising. Banyak tulisan-tulisan peringatan terlihat disana sini. Kami berjalan melewati lantai jarring terbuat dari besi, atau baja mungkin. Yang jelas, bentuknya memang mirip jaring, jadi kami bisa melihat lantai yang jauuuuh di bawah. Benar-benar bikin ngeri… (untungnya, nggak ada orang dibawah, kalau ada, lalu mereka mendongak ke atas, benar-benar bahaya!)


 Perjalanan ditutup dengan berburu jambu di kebun belakang. Kalau dikebun belakang rumah pohon jambunya satu, tapi kebun dibelakang pabrik besar, pohonnya jelas puluhan. Tapi sayangnya, buahnya satuan… hehe…  Tapi jangan dikira, disitulah serunya. Kami saling berlari, berebut, tertawa… terakhir mengunyah kuat-kuat… Karena buah jambu batu yang kami petik kebanyakanya belum besar dan belum matang… haha… Melihat kehebohan ibu-ibu, anak-anak juga ikutan berebut… padahal nggak tahu deh, jambunya mereka kemanakan… (punyaku juga, aku dapat tiga buah, yang kumakan satu, duanya nggak tahu kemana… asli gak tahu, karena setelah menghabiskan satu buah, aku tak berniat menggigit untuk buah yang kedua…he)
Bersama Ayah, (uwa-nya Faza), nebeng, meringankan beban motor... he

Lembah ternaungi awan
 Dan, tibalah saat pulang…
Beberapa lukisan Tuhan yang indah, berhasil kuabadikan, tapi lebih banyak yang tak berhasil.
Semoga perjalanan selanjutnya, bisa lebih membawa hikmah…
Kesimpulan perjalanan : SUBHANALLAAH…. 

satu sisi lembah yang lain, dengan awan yang sama... kok bisa...

Perjalanan panjang, mengasyikkan...

Bersih...